“Waktu kemarin (Sri Mulyani dipastikan mundur), setengah hari ada kenaikan yield surat utang hingga 30 bps. Padahal biasanya kenaikan yield dalam sehari hanya sekitar 5 bps. Credit Default Swap (CDS-resiko gagal bayar) juga mengalami kenaikan yang signifikan, hingga 200-203 bps. Minggu kemarin hanya sebesar 153 bps,” ungkap Rahmat.
“Menunjukkan bahwa investor langsung mengambil sikap wait and see. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia yang paling parah walaupun memang negara lain juga mengalami kenaikan persepsi risiko (CDS),” katanya. Melihat kondisi tersebut, Rahmat memperkirakan saat ini para investor masih akan terus bersikap hati-hati sambil terus menunggu kepastian siapa yang akan menjadi pengganti Sri Mulyani.
Bukan hanya membuat yield dan CDS melonjak, Rahmat mengatakan bahwa kondisi politik yang akhir-akhir ini bergejolak-dan sayangnya juga melibatkan Menteri Keuangan- menjadi pemicu keluarnya capital inflow atau aliran modal yang harusnya masuk ke dalam negeri.
“Investor sangat percaya terhadap Sri Mulyani, beliau menciptakan iklim yang kondusif selama ini. Kemarin saya juga sempat bertemu dengan lembaga rating Moodys dan S&P, mereka juga menyuarakan bahwa ada kekhawatiran investor terhadap pengunduran Sri Mulyani Indrawati.
Penilaian rating agency juga akan berpengaruh. Kita tetap akan berupaya, situasi ke-vakuman atau kekosongan Menteri Keuangan tidak sampai membuat persepsi risiko tadi goyang,” tegasnya.
“Kalau kita melihat pasar global, memang mengalami koreksi disemua tempat, Dolar juga. Namun sudah ada trend (mulai) menguat, jadi tidak usah terlalu banyak dispekulasi karena itu sifatnya temporary (sementara) dan akan membaik,” kata Menteri Koordinator bidang perekonomian Hatta Radjasa, mencoba untuk memberikan kepastian kondisi ekonomi selama masa transisi akan ditinggal Sri Mulyani.(jawapos)


0 komentar:
Posting Komentar