Ketua Sidang Rapat Gabungan Airlangga Hartato mengetok palu permintaan renegosiasi ini untuk seluruh kontrak yang dianggap merugikan. "Ini perlu karena ada anggota dewan dan itu juga pemikiran kami, lucu kontrak penjualan gas harganya tetap dalam waktu 25 tahun," kata Airlangga seusai menutup sidang, Rabu 16 Juni 2010.
Kontrak yang dimaksud misalnya seperti kontrak dengan pihak Singapura. DPR menyoroti hal ini mengingat banyak keluhan dari pengusaha dalam negeri tentang kurangnya pasokan gas nasional. Tak hanya produksi terganggu, bahkan beberapa perusahaan telah tutup.
“Permintaan DPR perjanjian gas antara Indonesia dan Singapura memang perlu dinegosiasi kembali. Kami akan melihat pada kontrak-kontrak yang dianggap tidak wajar, sedangkan yang sudah sesuai ya tidak apa-apa,” kata dia.
Menurut Darwin, pemerintah akan sangat berhati-hati dalam mereview perjanjian awal bisnis. Pasalnya, kondisi ini terkait kepentingan nasional dan juga investasi. Indonesia tidak bisa memutuskan kontrak secara sepihak karena kalau sampai itu terjadi maka Indonesia bisa kalah dari sisi legalitasnya.
“Kontrak B to B dengan Singapura kita akan kalah kalau diputuskan mentah-mentah, kami minta untuk pendekatan G to G,” kata Darwin.
Senada dengan Darwin, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan bahwa pemutusan sepihak atas kontrak akan membuat Indonesia kalah dalam arbitrase. “Kita tidak boleh mengeluarkan kebijakan sepihak, karena di situ letak kehormatan kita untuk menghargai suatu produk yang kita sepakati, itu tidak boleh demi aspek keadilan. Ingat, tindakan sepihak kalau kita dibawa ke arbitrase, kita kalah dan itu men-discourage invetment kita,” kata dia.
Langkah tersebut, menurut Hatta, adalah langkah awal pemerintah untuk jangka menengah. Setelah pembenahan ini, ke depan pemerintah memperhatikan kontrak-kontrak yang ada dan akan selalu memprioritaskan kebutuhan domestik.(net)
0 komentar:
Posting Komentar