Opsi itu antara lain larangan pemakaian premium dan solar bagi mobil pribadi, pengaturan berdasarkan usia kendaraan hingga larangan sepeda motor memakai premium. Alasannya, pesatnya pertumbuhan jumlah motor menjadi pemicu konsumsi BBM bersubsidi melonjak secara signifikan.
Akibatnya, ini mengancam kuota konsumsi BBM bersubsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010, sebesar 36,5 juta kiloliter (KL). Jika pemerintah tidak membatasi, konsumsi BBM bisa membengkak menjadi 40,5 juta KL sepanjang 2010 yang berakibat pada meningkatnya defisit APBN.
Dia mengungkapkan berdasarkan data dari Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Malaysia tergolong negara dengan belanja subsidi mencapai 11 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2006-2009. Itu berarti tiga kali lipat ketimbang negara non-OECD seperti Phillipina dan 55 kali lipat dari negara OECD seperti Swiss.
Akibatnya, rasio utang Malaysia lebih tinggi ketimbang Indonesia yang mencapai 28 persen, bahkan mendekati Phillipina sebesar 62 persen. Malaysia berniat mengurangi subsidi minyak dan gas, namun akan mempertahankan subsidi pendidikan.
Namun, sebelum memutuskan bagaimana opsi yang akan ditempuh, pemerintah Malaysia menggelar jajak pendapat kepada rakyatnya. Lembaga pemerintah semacam Unit Pengelolaan Kinerja dan Delivery yang dipimpin Idris Jala menyebarkan questioner. Intinya berisi soal apakah setuju atau tidak dengan kebijakan pengurangan subsidi.
"Sudah ada ribuan orang yang mengisi jajak pendapat ini," Mohammad Noraina, seorang penjaga stan jajak pendapat tersebut saat ditemui VIVAnews di lokasi 25 Mei 2010.


0 komentar:
Posting Komentar