Senin, 31 Mei 2010

PLTN Tertunda, Indonesia Rugi

0 komentar
JAKARTA - Berbagai kendala teknis yang menunda rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia dianggap sebagai kerugian. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Hudi Hastowo mengatakan, penundaan itu membawa risiko jangka panjang bagi ketersediaan energi listrik di Indonesia.

“Jelas ada risikonya penundaan penggunaan PLTN," kata Hudi, Sabtu (29/5). Menurut dia, risiko tersebut antara lain berupa hilangnya sumber daya manusia (SDM) ahli nuklir Indonesia. Akibat kemampuannya tidak digunakan, mereka bisa memilih bekerja di luar negeri.

Selain itu, juga ada potensi terhambatnya pasokan bahan baku PLTN dari luar negeri karena daftar tunggu yang semakin panjang dari negara lain. "Padahal, negara kita paling siap menggunakan tenaga nuklir," ujarnya.

Hingga kini, berdasar data BATAN, ada beberapa daerah yang telah mengajukan diri sebagai tempat pembangunan PLTN. Antara lain, Bangka Belitung, Banten, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Hudi mengungkapkan, untuk memulai program pemanfaatan tenaga nuklir, dibutuhkan waktu sekitar 8-10 tahun. Jadi, pembangunan PLTN baru bisa terealisasi pada 2019 atau 2020.

Dia mengingatkan masyarakat bahwa kebutuhan energi listrik pada masa depan akan sangat tinggi. Karena itu, PLTN harus menjadi salah satu bagian dari rencana pengembangan energi nasional agar kebutuhan bisa tercukupi. Apalagi, teknologi PLTN saat ini jauh lebih maju dibanding dengan di masa lalu.

"Teknologi saat ini sangat menekankan keselamatan dengan hadirnya konsep PLTN generasi IV yang aman, ekonomis, dan minimal limbah," terangnya.

Dia menjelaskan, sejak ledakan reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina, pada 26 April 1986, telah lahir berbagai konvensi yang secara administratif lebih meningkatkan keselamatan nuklir. Misalnya, Nuclear Safety Convention tidak memungkinkan suatu negara menyembunyikan informasi terkait keselamatan PLTN.

Pakar teknologi nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Zaki Su`ud mengatakan, nuklir punya keunggulan dari sisi kepadatan energi. Selain itu, biaya operasionalnya relatif murah dibandingkan energi fosil. Namun, Zaki mengakui bahwa PLTN secara umum memerlukan biaya modal yang lebih besar daripada pembangkit-pembangkit jenis lain.

Masalah lain PLTN, kata dia, terkait kekhawatiran yang berlebihan atas kecelakaan nuklir dan limbah nuklir. Hal itu mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat. "Itu yang menjadi kendala pendirian PLTN di Indonesia," tuturnya.(jawapos)

0 komentar:

Posting Komentar