Kamis, 03 Juni 2010

Krisis Yunani Sedot SBI Asing Rp 40 Triliun

0 komentar
JAKARTA - Krisis Yunani yang merembet cepat ke belahan benua Eropa diakui petinggi Bank Indonesia (BI) sempat membuat siaga penuh jajarannya. Kondisi perekonomian Indonesia sempat mengalami lampu kuning atau dalam situasi siaga.
Ini terjadi karena derasnya arus aliran dana asing yang keluar pada instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sehingga menyebabkan nilai tukar tertekan. “Memang beberapa hari lalu sempat mendekati lampu kuning, itu pekan lalu.
Tapi sekarang sudah hijau lagi,” ujar Pejabat sementara Gubernur BI Darmin Nasution kepada pers di gedung DPR Jakarta, kemarin.

Pelarian modal ke luar negeri mengantisipasi terus memburuknya krisis Yunani sempat menyeret penurunan portofolio asing di instrumen Sertifikan Bank Indonesia (SBI). Akibat kekhawatiran krisis Yunani, portofolio asing di instrumen SBI sempat turun Rp 40 triliun sepanjang Mei 2010. 

Investor memburu dolar sehingga sempat menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Meskipun tekanan begitu deras, Darmin menegaskan, BI belum akan menerapkan aturan capital control atau mengatur arus dana asing yang keluar dan masuk ke Indonesia.

Ia mengungkapkan saat ini BI bersama Kementerian Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan membuat kesepakatan tentang protokol krisis. Kesepakatan ini akan dilakukan dengan segera mengingat situasi krisis Eropa yang mengkhawatirkan.

“Intinya protokol krisis, mengatur tindakan yang harus dilakukan di berbagai situasi. Intinya kita bisa mengetahui kapan situasi kembali normal. Nanti kan ada indikatornya. Jadi kalau sudah masuk lampu kuning sudah jelas tugas-tugasnya apa, melalui kesepakatan yang ada,” jelas Darmin. 
Darmin mengakui krisis Yunani yang membuat nilai tukar Euro ambruk terhadap dolar AS. Namun, dampaknya terhadap mata uang lain, termasuk rupiah tidak terlalu besar. “Kalau pun ada pengaruh, pertama pasti ke keuangan internasional, lalu bisa terjadi arus modal baik masuk maupun keluar. Jadi lebih banyak pengaruhnya ke keuangan global,” ujar Darmin.

Ia memastikan nilai tukar rupiah saat ini masih tetap dalam range yang dianggap sesuai dengan kebutuhan ekspor maupun impor. “Kalau hubungan antara euro dengan dollar itu memang tetap ada dampak.

Tapi bagaimanapun juga posisi beberapa negara tidak selalu ikut secara persis hubungannya,” katanya.
Rupiah Turun
Sementara itu, Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antarbank Jakarta, kemarin, turun 10 poin karena pelaku pasar masih hati-hati melepas mata uang Indonesia itu lebih lanjut melihat pasar saham Indonesia tetap membaik.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar turun menjadi 9.220-9.230 per USD dibanding penutupan hari sebelumnya 9.210-9.220. 

Direktur Utama Finan Corpindo Nusa Edwin Sinaga mengatakan, tertekannya rupiah itu karena pelaku ragu-ragu untuk membeli rupiah, meski sahamsaham di Indonesia menguat.

Pelaku pasar lokal khawatir dengan masalah baru Eropa mengenai perbankan. Pelaku pasar kemungkinan sedang fokus terhadap pelambatan pertumbuhan ekonomi di China, meski saham di Hong Kong dan Tokyo menguat yang dapat memicu pelaku melakukan aksi beli terhadap rupiah.

Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi global yang tak menentu didukung oleh perkiraan melemahnya data bulanan manufaktur China. Akibatnya pergerakan rupiah masih tetap di atas angka 9.200 per dolar yang seharusnya menguat menembus 9.200 per dolar yang terpicu oleh menguatnya dolar.

Meski rupiah saat ini terkoreksi, lanjut dia, peluang untuk naik akan tetap kuat apabila BI menaikkan bunga acuan berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik.(net)

0 komentar:

Posting Komentar