Kamis, 03 Juni 2010

Teknologi Kaca Nasional Masih Lemah

0 komentar
JAKARTA - Dalam menanggapi kondisi industri kaca nasional pasca diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), Kepala Unit Kaca Pengaman Asosiasi Kaca Kembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus H Gunawan mengungkapkan, industri kaca di Indonesia masih bisa dikatakan cukup lemah, khususnya di bidang teknologi. 

"Jika dilihat dari skala ekonominya, kami rasa Indonesia sudah cukup. Namun lemah sekali di bidang teknologinya, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara di wilayah Asia," ungkap Yustinus, ketika ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (2/6).

Yustinus mengatakan, teknologi industri kaca di Indonesia masih sangat terbatas. Masih banyak jenis-jenis kaca yang belum dapat diproduksi di Indonesia, sehingga penguasaan pasar produsen kaca Indonesia belum maksimal. Disebutkannya pula, saat ini hanya ada tiga eksportir besar yang menguasai pasar Indonesia. Antara lain yaitu Asahimas Flat Glass, Mulia Glass, serta Tossa Shakti. Sebagian besar jenis kaca yang diproduksi adalah kaca lembaran.
"Kapasitas produksi ketiga perusahaan ini rata-rata mencapai 1,4 juta ton per tahun. Di mana mereka juga turut memenuhi permintaan pasar domestik sebesar 65 persen, dan sisanya 35 persen untuk ekspor," jelasnya.

Sementara itu, mengenai penggunaan atau tingkat konsumsi kaca di Indonesia, Yustinus mengatakan juga cukup rendah. Sebagian besar permintaan produk kaca katanya, adalah dari industri kosmetik. "Rata-rata kaca yang digunakan untuk produk kosmetik adalah kaca yang bernilai tinggi, dan harganya juga lebih tinggi 30 persen apabila dibandingkan dengan kaca biasa," paparnya.

Lebih jauh, Yustinus menambahkan bahwa di dalam menghadapi ACFTA kali ini, pihaknya merasa sedikit pesimis. "Ketakutan kami tentunya (terhadap) adanya serangan kaca murah dari China. Mereka jauh lebih luas jaringannya. Bahkan, untuk melakukan ekspor saja, mereka sudah memiliki kapal sendiri, sehingga biaya ekspor yang mereka keluarkan lebih murah," keluhnya.

Dengan demikian, untuk mengantisipasi serangan China itu, Yustinus mengatakan bahwa peningkatan ekspor adalah upaya yang paling efektif untuk mempertahankan industri kaca nasional. "Sejak ACFTA, pasar kaca naik-turun. Maka dari itu, sejak awal tahun kami harus meningkatkan ekspor hingga 30-40 persen, dengan pasar utama ke Jepang, Australia dan New Zealand," imbuhnya.(jawapos)

0 komentar:

Posting Komentar