Hal ini dikatakan Deputy Head Global Economist dari Bank UBS, Paul Donovan dalam acara diskusi UBS dengan tema ‘Prospek Ekonomi Global Pada Semester Kedua 2010 dan Implikasi Krisis Eropa Terhadap Perekonomian Dunia, termasuk Indonesia’ di Jakarta, Selasa, (29/6).
Pasalnya, permasalahan krisis setiap negara serta kebutuhan untuk penanggulangannya berbeda-beda. Sedangkan pertemuan tersebut ingin menyatukan semua negara-negara G-20 untuk bersama-sama menanggulangi krisis, memulihkan dampak krisis dan menumbuhkan perekonomian negara G-20.
“Kita bisa lihat sebelum G-20 di bentuk dan masih berbentuk G-8 tidak ada satupun hasilnya. Padahal, delapan negara tentunya lebih sedikit daripada 20 negara seperti saat ini,” tambahnya.
Sekadar informasi, G-20 mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama pada 2008 di Washington. KTT digelar setelah AS mengalami kejatuhan hipotek yang mengakibatkan tsunami krisis keuangan ke seluruh penjuru dunia.
Satu tahun kemudian, terjadi perpindahan kekuasaan ekonomi global. Anggota G-20 memutuskan menjadi forum pemimpin negara menggantikan kelompok delapan (G-8) yang sebelumnya menguasai ekonomi dunia. G-8 sendiri merupakan kelompok negara maju terdiri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat (AS). Dengan beralihnya kekuasaan G-8 ke G-20, beberapa negara berkembang dan maju masuk dalam lingkaran kekuasaan ekonomi global.
Negara-negara itu meliputi, Argentina, Australia, Brasil, China, Indonesia, Korea Selatan, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, dan Uni Eropa (UE). G-20 mewakili 90 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, 80 persen perdagangan dunia, dan dua per tiga populasi global.(net)
0 komentar:
Posting Komentar